Tanggapan Terhadap Artikel Masalah Sosial (Penyalahgunaan Fungsi Trotoar)


Penyalahgunaan Fungsi Trotoar

(Gambar : Tirto ID)

Sebuah kota pada dasarnya memiliki populasi dan aktivitas yang tinggi. Seluruh aktivitas di kota akan saling mempengaruhi satu sama lain (Dewar, 1992). Kondisi ini berdampak kepada adanya kebutuhan infrastruktur yang dapat memfasilitasi seluruh kegiatan sosial-ekonomi penduduk. 

Berjalan merupakan satu kegiatan yang memperlihatkan vitalitas dan kehidupan suatu kota, dan merupakan elemen utama transportasi di pusat kota. Karena berjalan merupakan hak setiap orang, pemerintah harus memenuhi kebutuhan pejalan kaki atas suatu jalur khusus yang aman dan nyaman. Jalur ini berupa trotoar, zebra cross dan jembatan penyeberangan. 

Trotoar merupakan suatu jalur yang ditujukan untuk melayani pejalan kaki. Bila suatu trotoar terletak pada 'right of way' jalan raya, maka biasanya trotoar dipisahkan dari badan dan bahu jalan dengan kereb atau lajur tanaman, dan memiliki permukaan yang halus, kaku dan awet.

Wilayah di sekitar trotoar secara potensial berpengaruh pada jumlah pejalan kaki. Peningkatan jumlah pejalan kaki mengundang adanya PKL dan kegiatan parkir (Ridwan, 2003)[1]. PKL menggunakan sebagian wilayah trotoar dan terkadang membangun ruko hingga menutup seluruh bagian trotoar secara permanen. Kegiatan ini seringkali mengganggu pergerakan pejalan kaki pada trotoar. 

Gangguan lain pada trotoar berasal dari kegiatan parkir. Trotoar seringkali termakan oleh jalan akses dari/ke gedung/tempat parkir. Pergerakan mobil dan sepeda motor masuk dan keluar gedung/tempat parkir mengganggu kenyamanan pergerakan pejalan kaki pada trotoar. 

Dapat dilihat bahwa pada trotoar terjadi konflik antara pergerakan pejalan kaki dengan aktivitas PKL dan dengan pergerakan kendaraan masuk keluar gedung/tempat parkir. Hal ini memaksa pejalan kaki untuk berjalan pada bahu jalan atau lajur terluar jalan, yang dapat mengurangi kenyamanan dan keselamatan pejalan kaki.

Situasi dan kondisi seperti ini terjadi pada trotoar di perkotaan di Indonesia. Di Malang, khususnya di Pasar Besar, pejalan kaki terpaksa harus berjalan di jalan yang sempit dan berhimpitan dengan orang lain karena trotoar sudah dipenuhi PKL. Tingkat pelayanan trotoar menurun. Diperlukan tindakan pemerintah untuk mengatur kegiatan PKL.

Diperlukan pemahaman terhadap dampak kegiatan lain yang seharusnya pada trotoar yang bisa mengurangi speed pejalan kaki dan tingkat pelayanan trotoar, dan meningkatkan hak pejalan kaki berpindah ke bahu jalan atau lajur terluar jalan, terutama untuk kebutuhan pergerakan pejalan kaki di kawasan pusat bisnis, karena semua pergerakan dari/ke pasar/toko, halte bis, ataupun tempat parkir dimulai dan diakhiri dengan berjalan kaki. 

Untuk mengembangkan infrastruktur bagi pejalan kaki, pemerintah harus memperhatikan keselamatan dan kenyamanan pejalan kaki, karena hal ini merupakan faktor yang paling utama, sehingga pejalan kaki tidak menjadi masyarakat kelas dua.

Trotoar adalah sebuah jalan dan juga merupakan salah satu failitas yang mendukung penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan diantara fasilitas yang lainnya, dimana trotoar ini adalah jalan yang khusus digunakan untuk pejalan kaki, fungsi dan hak trotoar sepenuhnya milik pejalan kaki, hal ini telah diatur dalam  UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) tepatnya pada pasal 131 ayat 1[2] yang intinya adalah trotoar itu hak untuk pejalan kaki.

Jadi fungsi yang paling utama dari trotar adalah untuk memfasilitasi pejalan kaki, agar pejalan kaki bisa menggunakan fasilitas trotoar tersebut dengan baik, lancer, dan juga selamat. Kata kuncinya adalah untuk pejalan kaki, bukan untuk pribadi dan juga bukan untuk yang lain, seperti orang yang besepeda atau bermotor yang kemudian menggunakan trotoar tersebut.

Namun seperti yang kita ketahui, trotoar menjadi disalah gunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, entah itu dari pihak yang menggunakan kendaraan roda dua (bersepeda atau bermotor) atau diubah menjadi tempat Pedagang Kaki Lima (PKL), bisa juga beralih fungsi menjadi lahan parkiran, mereka dengan tanpa malu dan tidak memikirkan keselamatan bagi dirinya lebih-lebih bagi orang lain atau pejalan kaki ketika mereka menyalahgunakan fungsi dari trotoar itu sendiri.
Trotar yang ditujukan untuk pejalan kaki seringkali digunakan sebagai jalan tikus oleh pengguna kendaraan bermotor supaya tidak terjebak dari kemacetan. Tidak cukup sampai di situ, bahkan trotoar juga disalahgunakan oleh pedagang kaki lima untuk berjualan karena mengambil untung di tempat keramaian, seperti di pasar, alun-alun kota, tempat wisata dan lain sebagainya.

Namun kenyataannya, terbitnya UU tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tidak membuat jera bagi para pelaku baik pengguna kendaraan bermotor maupun pedagang kaki lima yang terus melakukan pelanggaran. Padahal tercantum pada pasal 106 ayat (2) UU No. 22 Tahun 2009 menjelaskan bahwa pengguna kendaraan bermotor wajib mengutamakan keselamatan pejalan kaki.

Sumber  :https://www.kompasiana.com/ahmadsyarifudin/5a37c4e75e137352f20c7994/penyalahgunaa-trotoar?page=all

Opini
Dari artikel yang sudah dijelaskan di atas, maka saya berpendapat bahwa pemerintah seharusnya bertindak lebih tegas dalam menangani kasus penyalahgunaan fungsi trotoar dan bisa melakukan tindakan untuk penataan ulang terhadap trotoar agar fungsi trotoar bisa kembali sepenuhnya untuk pejalan kaki sesuai dengan bunyi pasal 131 ayat (1) “pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyebrangan, dan fasilitas lain”. Sementara bagi para pelaku yang telah melanggar peraturan dapat ditindak tegas dengan hukuman pidana dan denda dengan jumlah yang besar agar menimbulkan efek jera bagi para pelanggar.


Comments

Popular Posts